Jeritan Petani Lampung Utara

  Kabupaten Lampung Utara memiliki luas wilayah hingga total 2.725,63 km persegi atau 7,72 persen dari luas seluruh wilayah provinsi Lampung, Lampung Utara ini memiliki 23 kecamatan. Sampai sekarang ini Kabupaten yang ada di ujung Utara Lampung dapat mengelola dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berkisarhingga Rp 900 miliar per tahunnya. Dana yang lumayan besar untuk membangun kabupaten yang jumlah penduduknya berjumlah 590.620 jiwa.
  Sektor pertanian yang ada diLampung Utara ini masih dibilang sangat minim, bagaimana tidak karena dalam tiga tahun belakangan ini, penghasilan petani singkong mengalami penurunan hingga 50 persen, Dari mulai proses penjualannya saja petani singkong ini sudah dirugikan, karena pada saat ditimbang berat singkong ini sudah dipotong hingga 30 persen karena singkong ini dianggap sudah memiliki kadar gula yang tinggi yaitu mencapai 30 persen. Petani singkong ini mengeluh bukan hanya karena pengurangan yang dinilai memiliki kadar gula hingga 30 persen, tetapi karena adanya penurunan harga yang begitu drastis. Pada tiga tahun lalu harga per kilonya mencapai Rp 1.300 dan sekarang menurun hingga mencapai Rp 600 perkilonya. Tentu masalah ini membuat penghasilan para petani singkong menurun hingga 50 persen. Namun masalah kadar gula yang ada disingkong ini tidak diukur menggunakan alat ukur yang benar, hingga dikira pengurangan berat kadar air ini mencapai 30 persen, tentu hal ini sangat merugikan para petani, padahal dalam empat sampai enam tahun lalu singkong hanya memiliki kadar air yang kecil yaitu 15 sampai 20 persen dengan singkong yang sama pada saat ini.
                                                                                                                                                                                         Gambar terkait

 Naiknya angka penetapan kadar air yang terdapat pada singkong yang mencapai 30 persen dan turunnya harga singkong yang mencapai 50 persen ini semakin membuat petani singkong menjerit. Belum juga dikurangi untuk ongkos truk yang mengangkut singkong dari kebun menuju pabrik, biaya yang diperlukan petani untuk membayar truk adalah Rp 60 per kilonya sedangkan ongkos untuk cabut singkongnya mencapai Rp 60 sampai 70 per kilonya. Padahal untuk biaya ongkos produksi yang perlu dikeluarkan petani singkong dalam perhektarnya berkisar hingga Rp 10 juta.


 Tidak hanya petani singkong saja yang menjirit diLampung Utara, tetapi juga petani karet pun demikian menjerit, petani karet menunggu tujuh tahun untuk bisa memanen karetnya dengan cara menyadap. Menyadap pohon karet itu membutuhkan kesabaran yang begitu luar biasa untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal saat memanennya. Pada saat tiga tahun terakhir, harga karet ini mencapai Rp 10 ribu per kilonya, sedangkan saat ini harga karet menurun drastis yaitu hanya mencapai Rp 5.000 per kilonya. Harga yang menurun hingga 50 persen ini tentu membuat petani karet ini sangat mengeluh, karena berdampak tidak baik dalam masalah keuangan petani.

       Hasil gambar untuk gambar petani karet

 Petani-petani ini terus menjerit dan mengeluh sementara Pemerintahan Lampung Utara pada sampai saat ini masih belum memperhatikan dan masih mengabaikan petani yang terus menjerit, mereka selalu mengabaikan aspira petani yang sesungguhnya memerlukan perhatian khusus. Namun pemerintah elit politik ini masih cenderung mementingkan atau mengutamakan kesibukan menyambut kontestasi pilkada 2018, dan sementara itu pemerintah masih menikmati keuntungan atas penurunannya harga tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Kain Tapis Dan Macam-macam Kain Tapis

Sumber Daya Alam Yang Ada di Provinsi Lampung

7 Makanan khas Lampung Utara